Menilik Sistem Penyelesaian Sengketa Pemilu di Indonesia

Modernis.co, Kediri – Pemilihan Umum merupakan jangkar demokrasi, yakni sebagai sarana rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan arah penyelenggaraan pemerintahan.

Sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, maka kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat. Hal tersebut di muat dalam Pasal I Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945).

Dalam hal ini, Pemilu sebagai bentuk kongkrit dalam pengimplementasian kedaulatan rakyat. Pemilu yang merupakan hak konstitusional rakyat telah dilindungi dalam pasal 6A UUD NRI 1945 berbunyi :

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat

Pemilu ini bukan hanya di lakukan pada pemilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden semata. Melainkan juga Dewan Perwakilan Daerah (biasa di sebut DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik ditingkat pusat maupun daerah.   

Pemilu di Indonesia sebagai perwujudan nyata demokrasi elektoral. Pemilu sebagai sarana transformasi sosio-politik bangsa menuju arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Sehingga hukum (peraturan) tentang pemilu tidaklah bijak jika hanya dimaknai sebagai aturan legalistik-prosedural semata.

Perjalanan Pemilu di Indonesia

Indonesia melaksanakan demokrasi elektoral sejak tahun 1955. Bahkan telah melewati prosesi pemilu kosmetik-artifisial di jaman Orde Baru.

Tepatnya pada Pemilu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997. Selain itu juga menikmati kontestasi pemilu berlanggam liberal sejak awal reformasi bergulir hingga sekarang.

Untuk itu dalam perjalanannya dipastikan masih banyak nokta merah, baik dalam penyelenggaraan, pengawasan maupun penyelesaian sengketa.

Instrumen penyelenggaraaan pemilu di Indonesia terdapat badan khusus yakni Komisi Pemilihan Umum (biasa disebut KPU). Dalam proses berjalannya diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (biasa disebut Bawaslu).

Tugas dan Wewenang Bawaslu

Ada pun tugas dan wewenangnya adalah untuk mengawasi persiapan dan pelaksanaan tahapan pemilu, mengawasi netralitas aparatur sipil negara, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian, mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan KPU dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Selain itu bertugas untuk memutus pelanggaran administrasi pemilu; dan memutus penyelesaian sengketa proses pemilu, dengan sebelumnya melakukan proses mediasi atau adjudikasi.

Dalam aturan normatif tersebut bawaslu selain memiliki kewenangan mengawasi juga memutus penyelesaian sengketa.

Dua tugas tersebut seharusnya dipisah untuk menjaga obyektifitas hasil putusan pelanggaran dan sengketa pemilu. Besarnya bobot dan jangkauan tugas dan wewenangan Bawaslu tersebut juga dapat berpengaruh terhadap relasi koordinatifnya dengan KPU.

Dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki Bawaslu sekarang dikhawatirkan relasi konfrontatif akan lebih banyak terjadi antara institusi penyelenggara pemilu itu sendiri.

Hukum postif sebagai dasar penyelenggaraan pemilu di Indonesia yakni Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Keberadaan undang-undang ini merupakan proses konsolidasi perundang- undangan (Consolidate Law) dimana telah di integralkan 3 undang-undang yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Anggota Legislatif, dan Undang-undang Nomor 5 tahun 2011 tentang Pemilihan Umum.

Baca Halaman Berikutnya . . .

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment